SUNDA

Saat ini Sunda menunjukkan sebuah identitas etnik, kearifan lokal seni budaya tradisi dalam Komunitas warga bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Naskah Pararaton (1357 M) dan Nagarakertagama pupuh XIII, XIV dari zaman kerajaan Majapahit dengan tegas menyebutkan keberadaan Sunda sebagai sebuah kerajaan dan wilayahnya.
Dalam berbagai buku sejarah, masyarakat Sunda identik dengan berdirinya kerajaan Tarumanegara dan Purnawarman sebagai rajanya kira-kira pada pertengahan abad ke-5 Masehi. Ibu kota negara ini sekitar tepi sungai daerah Karawang-Bekasi (sekarang). Sumber yang menerangkan mengenai kerajaan ini yaitu sebuah prasasti di Jakarta, sebuah prasasti di Kota Kapur Bangka, dan sebuah prasasti di Banten, serta 5 prasasti yang terdapat di Bogor. Sedangkan sumber lain telah ditemukan yaitu dua buah arca di Cibuaya merupakan pelengkap bukti cerita Kerajaan Tarumanegara. Ketika Tarumanegara mengalami kemunduran, di tanah Sunda berdiri beberapa kerajaan, diantaranya Kuningan, Galuh, dan Sunda.Kerajaan-kerajaan tersebut bergabung, dan disebut kerajaan Sunda.
Ibukota kerajaan ini berpindah-pindah sejak dari Galuh (sekitar Ciamis sekarang) pada awal abad ke-8 Masehi, sampai di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang) tahun 1579 M. Pada masa Sri Baduga Maharaja, kerajaan ini mengalami perkembangan dalam bidang pertanian dan perniagaan. Adanya beberapa kota pelabuhan seperti Banten, Pontang, Cikande, Tangerang, Sunda Kalapa, Karawang dan Cimanuk merupakan bukti hal tersebut. Ibukota Pakuan pada masa itu dapat dicapai dari Sunda Kalapa (Jakarta, sekarang) dengan kapal menyusuri S. Ciliwung. Raja-raja yang memerintah Kerajaan Sunda diantaranya adalah: Sanjaya (tahun 732 M), Maharaja Sri Jayabhupati (1030 M), Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M), hingga Ragamulya Suryakencana (1567-1579 M).
Menjelang sirna ing bhumi pada 8 Mei 1579 M, empat senopati Pakuan Pajajaran berhasil menyelamatkan atribut kerajaan (berupa mahkota) untuk menyerahkannya pada Pangeran Geusan Ulun di Sumedanglarang. Pangeran Geusan Ulun yang dinobatkan menjadi raja Sumedanglarang pada tanggal 18 Nopember 1580 ini telah beragama Islam menguasai wilayah Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Bandung.
Sementara dari koleksi pustaka Keraton Cirebon, keraton yang masih tegak berdiri serta berfungsi di wilayah barat P. Jawa ini banyak menyimpan catatan kuno lainnya yang sangat menarik. Pustaka-pustaka berharga itu diantaranya kitab-kitab Pangeran Wangsakerta dan lain-lain menyebutkan rangkaian sejarah Sunda bukan hanya berawal dari Tarumanegara saja. Akan tetapi jauh sebelum itu terangkai peradaban yang tercatat dari masa ke masa. Demikian pula perlu penelusuran lebih dalam terhadap khasanah pustaka Tiongkok, kitab negeri-negeri Arab, catatan bangsa India juga tulisan bangsa Eropa yang masa itu telah melakukan perdagangan ke segenap penjuru, mungkin menyisakan berbagai cerita tentang Jawa bagian barat masa lalu.
Masa Islam
Pada tahun 1350 telah lahir salah seorang keturunan Pajajaran, yaitu Bratalegawa yang berprofesi sebagai saudagar ke berbagai pulau hingga manca negara. Bratalegawa ini kemudian memeluk agama Islam dan dikenal sebagai Haji Purwa Galuh. Haji Purwa bersama keluarganya merupakan penyebar agama Islam pertama di wilayah tatar Sunda. Pesantren pertama didirikan pada tahun 1416 M di Pura Dalem Karawang. Pada masa itu, konon armada negeri Cina yang dipimpin Laksamana muslim Cheng ho yang sedang mengadakan perjalanan muhibah, sempat singgah di Karawang ini pula. (dikutip dari buku Dari Holotan ke Jakarta dan Bunga Rampai Jawa Barat)

Tasikmalaya

Kota dan kabupaten Tasikmalaya terletak di Pegunungan Priangan pada ketinggian 351 m, kurang lebih 80 km dari Bandung ibukota Provinsi Jawa Barat. Tasikmalaya sangat terkenal dengan kerajinan tangannya yang beraneka ragam yang dipasarkan ke seluruh Indonesia maupun ke mancanegara.
Komunitas masyarakat Tasikmalaya yang religius dengan keuletannya dalam berusaha terdiri dari mayoritas etnis Sunda, Tionghoa, dan etnis-etnis lainnya. Orang Tasik sangat ulet dalam berusaha sehingga relatif banyak yang merantau ke kota-kota lainnya di seluruh Indonesia. Beberapa penyanyi dangdut terkenal: Rhoma Irama, Evi Tamala, Alam, dan banyak lagi adalah sebagian dari bukti ketangguhannya dalam bekerja dan berkarya. Di Tasik juga terkenal juga akan Pesantren Suryalaya.
Hari jadi Kota Tasikmalaya ditetapkan berdasar penemuan Prasasti Geger Hanjuang di kaki Gunung Galunggung, bahwa 21 Agustus 1111 M merupakan tanggal lahirnya. Pada abad VII sampai XII diketahui telah ada pemerintahan di wilayah Tasik yang berbentuk Kabataraan yang berpusat di Galunggung. Lalu berubah menjadi Kerajaan Galunggung. Pada abad XV-XVI pemerintahan yang ada di wilayah Tasik telah menjadi daerah kekuasaan Pajajaran, yang berpusat di Sukakerta.
Bahasa dan Seni Tradisi: Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda disamping juga Bahasa Indonesia dalam forum-forum resmi. Masyarakat Tasikmalaya masih menyimpan dan memelihara adat leluhur berupa seni tradisi: Gondang Buhun, Calung, Ranteng, Terebang, Rudat, Pantun Buhun, Tarawangsa dan Ciawian
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Kampung Naga (melestarikan budaya asli Sunda dalam penataan rumah dan kesehariannya, merupakan keturunan Sembah Dalem Singaparna)
Wisata Alam:
1. Kawah Gunung Galunggung dan hutan lindung 2. Gua Pamijahan 3. Situ Gede 4. Pantai Pemayangsari 5. Pantai Cipatujah 6. Pantai Cikalong 7. Pantai Karangtaulan
Wisata Belanja:
1. Dodol Singaparna 2. Kerajinan dari anyaman bambu dan Pandan 3. Bordir dan Batik Tasik 4. Kelom Geulis 5. Payung Tasik

Tangerang

Tangerang mencatat sejarah tentang kedatangan orang Tionghoa ke daerah tersebut. Kitab "Tina Layang Parahyangan" menceritakan peristiwa mendaratnya rombongan Tjen Tjie Lung di muara Sungai Cisadane pada tahun ±1407. Rombongan tersebut terdampar sebelum tiba di Jayakarta, dengan membawa tujuh kepala keluarga.
Mereka menghadap pada Sanghyang Anggalarang, wakil Kerajaan Parahyangan (Pajajaran(?)) selaku penguasa daerah waktu itu, untuk minta pertolongan dan berhasil mendapat sebidang tanah di pantai utara Jawa sebelah timur Sungai Cisadane. Terjadilah pula kawin mawin antara pendatang dari negeri Cina dengan ponggawa Sanghyang Anggalarang. Tanah itu berkembang menjadi pemukiman yang disebut Kampung Teluk Naga hingga kini.
Tanggerang berarti Benteng Pertahanan yang berlokasi sepanjang Sungai Cisadane, telah ratusan tahun menjadi saksi kukuhnya rakyat mempertahankan kemerdekaan yang bermartabat. Sejak jaman Sultan Abdulfattah pada tahun 1652, di daerah Angke-Tangerang disiagakan pasukan untuk menghadapi serangan kompeni. Tahun 1656, kompeni mencatat bahwa pasukan Banten terus bergerilya di daerah ini untuk mencegat patroli, membakar pabrik, hingga menyerang kapal Kompeni di perairan. Wilayah Angke-Tangerang merupakan front terdepan medan perang, bahkan pada hari Senin tahun 1658 telah diberangkatkan sebanyak 5000 prajurit Banten ke daerah ini.
Pada perkembangan berikutnya, Tangerang selalu populer ketika wilayah itu menjadi medan pertempuran rakyat melawan Kompeni Belanda dari Batavia. Tercatat Tumenggung yang gugur dalam melawan kompeni sehingga Kemaulanaan Tangerang berakhir, diantaranya: Aria Santika, Aria Yudanegara, dan Aria Wangsakara. Pahlawan lain yang melawan penjajah adalah Pangeran Kabal dengan putrinya Nyi Mas Melati, dan Daan Mogot
Sekarang Tangerang sekarang menjadi kota Satelit Jakarta, menjadi daerah perindutrian yang cocok untuk pembangunan pabrik-pabrik. Di kota ini berdiri pula Puspiptek (Pusat Penelitian Ilmu dan Teknologi).
Bahasa dan Seni Tradisi: Penduduk asli Tangerang adalah suku Sunda yang mayoritas berbahasa Sunda. Seiring perkembangan Tangerang sebagai kota modern, bahasa Indonesia dipakai pula dalam pergaulan dengan para pendatang dari suku-suku lainnya. Seni tradisi yang masih tersisa di Tangerang: Lenong/Topeng, Cokek, Pencak silat, Wayang Golek, Reog, Angklung Gubrag, Qasidah, Tanjidor, Tari Papacal, Tari Baksa, Tari Sadawuh dan Wayang kulit.
Wisata Sejarah:
1. Kelenteng Boen Tek Bio
Wisata Alam:
1. Pantai Tanjung Pasir 2. Pantai Tanjung Kait 3. Pulau Cangkir 4. Situ Gintung 4. Situ Pamulang
Wisata Olahraga:
1. Pusat Olah Raga Terbang Layang, Pondok Cabe

Sumedang

Wilayah Sumedang telah dikenal sebagai lokasi kerajaan Sumedanglarang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih 1340 - 1350) dengan wilayah meliputi: Sumedang, Garut (Limbangan), Tasikmalaya (Sukapura) dan Bandung.
Disaat Pajajaran di Bogor runtuh pada tahun 1579, pembesar dan senapatinya menyelamatkan atribut dan perangkat kerajaan ke istana Sumedanglarang ini. Raja terakhir Sumedanglarang adalah Prabu Geusan Ulun yang sempat memindahkan keraton dari Sumedanglarang ke daerah Dayeuh Kolot, beliau wafat pada tahun 1608 M.
Sumedang terkenal sebagai lingkungan pendidikan karena banyak lembaga perguruan yang sekarang menempatkan kampusnya di Jatinangor. Makanan khas Sumedang berupa tahu yang memiliki ciri lain dibanding tahu-tahu sejenisnya membuat nilai tambah tersendiri bagi daerah ini.
Bahasa dan Seni Tradisi: Sebagaimana lazimnya di tatar Sunda, maka bahasa sehari-hari penduduk adalah berbahasa Sunda disamping menguasai bahasa nasionalnya, yaitu bahasa Indonesia. Jenis seni tradisi yang masih terpelihara diantaranya: upacara penghormatan pada padi (diiringi pagelaran musik Tarawangsa), Upacara Turun Jimat, Pacuan kuda, Kuda Renggong dan Kuda Silat.
Wisata Sejarah:
1. Museum Prabu Geusan Ulun; menyimpan berbagai benda pusaka dan barang peninggalan masa kerajaan hingga kekuasaan kompeni. Termasuk lengkap setelah museum di Banten dan Cirebon. 2. Makam Dayeuh Luhur, Gunung Puyuh, Gunung Lingga 3. Makam Cut Nyak Dien 4. Cadas Pangeran
Wisata Alam:
1. Gua Gunung Kunci 2. Air Panas Cileungsing 3. Kolam renang Cipanteneun 4. Curug Sindulang, Cisaar dan Cariang.
Wisata Pendidikan:
1. Kampus Unpad, Ikopin, STPDN, Winaya Mukti, dll.
Wisata Belanja:
1. Tahu 2. Wayang Golek 3. Ukiran/hiasan dinding

Sukabumi

Pada masa pemerintahan Bupati Cianjur VI, yaitu Rd. Noh (Wiratanoedatar VI), tepatnya pada tahun 1776, dalam wilayah Kabupaten Cianjur diangkat seorang Patih yang membawahi Distrik Gunungparang, Distrik Cimahi, Distrik Ciheulang, Distrik Cicurug, Distrik Jampangtengah dan Distrik Jampangkulon. Pusat Pemerintahannya terletak di Cikole. Dipilihnya Cikole sebagai pusat kepatihan sehubungan lokasi itu sangat strategis bagi komunikasi antara Priangan dan Batavia (Jakarta).
Selain itu, Cikole merupakan tempat yang nyaman bagi peristirahatan serta memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi, khususnya di bidang perkebunan. Oleh karena itu, atas usul para Pimpinan Bumi Putera, Andries de Wilde yang menjabat administratur pada masa Gubernur Jenderal Sir Thomas Raffles, pada tanggal 8 Januari 1815 mengubah nama Cikole menjadi Sukabumi yang berarti tempat yang disukai.
Dari tahun 1865, Sukabumi semakin berkembang dengan pesat, sehingga pada tahun 1914 tercatat penduduk yang berasal dari Eropa berjumlah 600 orang dan penduduk asli yang bersuku Sunda dan suku bangsa lainnnya sekitar 14.400 orang. Sejak tahun 1926 telah dibangun stasiun KA, Mesjid Agung, pembangkit listrik dan gereja yang sampai sekarang masih berdiri dan berfungsi walau dengan perbaikan sedikit.
Bahasa dan Seni Tradisi: Secara etnik masyarakat Sukabumi adalah masyarakat Sunda, berbahasa ibu Sunda disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa formal. Jenis seni tradisi yang sepatutnya dilestarikan: Gekbreng (Nyalindung), Cador (Gegerbitung), Dogdog Lojor (Cisolok), Ketuk Tilu Buhun (Jampang Tengah), Calung (Sukaraja), Ngaruat/pesta laut (Pelabuhan Ratu), Seren Taun/Pesta panen (Sirnarasa), Uyeg (kota Sukabumi)
Wisata Alam:
1. Selabintana, Warnasari dan Pondok Halimun (hicking menuju Curug Cibeureum melewati perkebunan teh) 2. Pondok Halimun 3. Sungai Citatih dan S. Citarik (untuk Arung jeram/petualangan) 4. Pelabuhan Ratu 5. Ujung Genteng dan Pangumbahan (mengamati penyu bertelur) 6. Situ Gunung (terdapat air terjun Curug Domas dan Curug Sawer) 7. Pemandian Air Panas Cisolok 8. Javana Spa di areal wanawisata G. Halimun 9. Gua Buniayu di desa Cipicung 10. Taman Nasional Gede Pangrango 11. Situ Sukarame 12. Curug Pareang (air terjun yang dapat didaki) 13. Cagar alam Citirem
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Monumen Bojongkokosan 2. Rumah Bung Hatta 3. PLTA Ubrug 4. Kasepuhan Sirnaresmi 5. Karang Kursi (konon lokasi Presiden Soekarno bersemedi dan bertemu Nyi Roro Kidul) 6. Megalitik Tugu Gede 7. Megalitik Salakdatar
Wisata Pendidikan:
1. Sekolah kepolisian (sekarang Secapa) 2. Bebatuan Ciletuh
Wisata Belanja:
1. Kueh Mochi 2. Pohon Suji 3. Ikan-ikan segar di Pelabuhan 4. Buah-buahan dan sayur mayur 5. Batu-batuan indah 6. Pasir kualitas tinggi

Serang

Berdirinya Serang erat kaitannya dengan sejarah Banten. Pada abad XII - XV Banten sudah menjadi pelabuhan Kerajaan Sunda Pajajaran. Sang Surasowan penguasa pelabuhan perdagangan Banten yang ramai adalah anak dari Sri Baduga dan Kentring Manik Mayang Sunda. Putri Surasowan menikah dengan Syarif Hidayatullah (yang kelak jadi penguasa Cirebon) dan melahirkan Hasanuddin.
Syeh Hasanuddin ini diangkat menjadi penguasa Banten pesisir dan Banten Girang setelah mendapat bantuan Cirebon dan Demak dalam rangka penyebaran agama. Pada masa Hasanuddin pusat kekuasaan yang semula berkedudukan di Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan di Banten Lama (dekat pantai) pada tanggal 8 Oktober 1526. Tanggal dan tahun ditetapkan sebagai hari jadi Serang. Hasanuddin pula yang mendirikan Keraton Surasowan sesuai dengan nama kakeknya.
Dari masa ke masa, pelabuhan di Banten menjadi pelabuhan yang ramai selain Sunda Kalapa (cikal bakal Jakarta). Pada masa kolonial Belanda, daerah ini banyak menyimpan cerita perjuangan dalam melawan kekuasaan penjajah.
Bahasa dan Seni Tradisi: Masyarakat Serang sebagian berbahasa Jawa dialek Serang yang erat kaitannya dengan proses penyebaran agama Islam oleh ulama-ulama dari daerah Jawa, serta sebagian berbahasa Sunda dalam pergaulannya selain bahasa Indonesia sebagai bahasa resminya. Seni tradisi yang tumbuh: Debus (atraksi kekuatan), Syaman (seni zikir), Angklung Banten, Patingtung (silat isi), Gacle, Rudat, Ubrug, Beluk (rajah dlm bahasa Sunda), Terbang Gede, Wawacan (pupuh Sunda lama), dan Mawalan.
Wisata Alam:
1. Pantai Salira Indah 2. Gunung Krakau 3. Marina Village 4. Pantai Karang Bolong 5. Air panas Batukawung 6. Cagar Alam Pulau Dua/P. Burung 7. Cagar Alam Pulau Sangiang
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Mesjid Kasuyatan 2. Bekas Keraton Kaibon 3. Bekas Keraton Surosowan 4. Mesjid Agung Banten 5. Benteng Spelwijck 6. Klenteng Cina/Vihara Budha
Wisata Ilmiah:
1. Museum Krakatau

Subang - Purwakarta

Kawasan ini menjadi rangkaian sejarah dari kekuasaan Pajajaran, Sumedanglarang hingga kekuasaan Islam. Secara historis Subang dan Purwakarta merupakan satu kesatuan dengan Kabupaten Karawang. Kemudian dipecah menjadi masing-masing daerah tingkat II/kabupaten mulai tahun 1949 menjadi Purwakarta dengan ibukota Subang dan Karawang barat menjadi Kabupaten Karawang. Lalu pada tahun 1968 ditetapkan pembentukan Kabupaten Subang tersendiri dan Kabupaten Purwakarta dengan wilayah sendiri.
Subang memiliki catatan sejarah besar, sebab di Pangkalan Udara Kalijati-lah terjadi penyerahan tentara kolonial Hindia Belanda kepada pasukan Jepang tanpa syarat.
Bahasa dan Seni Tradisi: Penduduk asli Subang berasal dari suku Sunda dengan bahasa Sunda dalam keseharian, sama halnya dengan penduduk di Kabupaten Purwakarta. Selain berbahasa nasional Indonesia dalam forum-forum resmi. Seni tradisi yang khas daerah Subang adalah: Gotong Sisingaan, Dongbret (tarian nelayan di Ciasem), Banjet (drama tari), Calung rembeng, Ketuk tilu, Gembyung, Bangreng (Cisalak).
Seni tradisi di Purwakarta diantaranya: Wayang Pantun, Ubrug, Ronggeng, Kliningan, Domyak, Buncis, Reog, Sandiwara, kerajinan keramik di Plered.
Wisata Alam/Ilmiah Subang:
1. Pemandian air panas alam Ciater 2. Panorama Dayang Sumbi 3. Air Terjun Cileat dan Cijalu 4. Pantai Candra Wulan 5. Ranggawulung (kegiatan Pramuka) 6. Kalijati
Wisata Alam/Ilmiah Purwakarta:
1. Jatiluhur (untuk PLTA, rekreasi air: berlayar, ski air, memancing, pemandian) 2. Situ Buleud 3. Mata air mineral
Wisata Belanja di Purwakarta:
1. Kerajinan keramik di Plered

Pandeglang

Di Pandeglang terdapat Taman Nasional Ujung Kulon seluas 122.956 ha, yang pada tahun 1997 mendapat kehormatan menjadi kawasan Warisan Alam Dunia (Natural World Heritage) pertama di Indonesia. Disini tergelar salah satu peninggalan hutan alam di Pulau Jawa yang memiliki tipe vegetasi lengkap, mulai dari vegetasi pantai sampai pegunungan tropis. Lebih dari 700 jenis tumbuhan ada dimana 57 diantaranya sebagai tanaman langka di P. Jawa bahkan dunia.
Faunanya yang masih diawetkan di taman nasional ini adalah: banteng, badak bercula satu (Rhinoceros sondaicus), babi hutan, rusa, macan kumbang, macan tutul, owa Jawa dan anjing hutan. Selain itu berbagai jenis burung masih menemukan habitatnya di sini.
Pandeglang menjadi ibukota Kesultanan Banten pada tahun 1809 saat Sultan Muhammad harus menyerahkan daerah Lampung kepada Belanda. Wilayah Pandeglang ini diapit oleh Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Samudera Indonesia dan Selat Sunda.
Bahasa dan Seni Tradisi: Sebagian besar berbahasa Sunda. Seni yang masih terpelihara: Gedebus, Seni Bedug Tradisional, Patingtung (seni silat isi), Syaman (kesenian bernafaskan keagamaan).
Wisata Alam:
1. Taman Nasional Ujung Kulon 2. P. Panaitan 3. Laut Semadang 4. Gunung Raksa (terdapat 2 arca : Ganesha dan Syiwa) 5. Cagar Alam P. Peucang 6. Cagar Alam Tamanjaya 7. Cagar Alam Pulau Handeuleum 8. Padang Gembala Cigenter
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Mesjid Caringin 2. Tugu Perjuangan di Mengger 3. Gunung Pulosari (situs peninggalan kerajaan Salakanegara, cikal bakal kerajaan Tarumanegara dan Pajajaran) 4. Prasasti Lebak di Pandeglang

Majalengka

Pada abad XV di Majalengka telah berdiri tiga buah kerajaan: Kerajaan Raja Galuh dengan rajanya Cakraningrat, Kerajaan Talaga dengan rajanya Prabu Pucuk Umum dan Nyi Rambut Kasih memimpin kerajaan Sindang Asih. Saat itu kekuasaan di Cirebon sedang meluaskan pengaruhnya dan berusaha memasukkan wilayah tersebut ke dalam kekuasaaannya.
Nyi Rambut Kasih tidak senang, sehingga menolak kedatangan utusan dengan menggunakan ilmunya sehingga tidak terlihat pohon Maja. Padahal biasanya sangat banyak, sehingga disebutlah "Majalangka" atau Majalengka.
Bahasa dan Seni Tradisi:
Umumnya berbahasa Sunda dialek Majalengka sebagai bahasa sehari-hari. Sedangkan bahasa Indonesia dalam kesempatan resmi. Seni tradisi yang masih dipertahankan: Upacara adat pengantin tebu, Upacara adat mandi sumur Sindu, upacara memandikan benda pusaka, Gembyung, Calung, Pantun, Sampyong dan Reog.
Wisata Alam:
1. Bukit Gunung Tilu 2. Hutan Mandapa 3. Situ Cipadung 4. Situ Talaga Herang 5. Situ Sangiang 6. Situ Cipadung 7. Situ Resmi 8. Sumur Sindu
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Museum Talaga 2. Monumen Perjuangan

Jakarta

Pemukiman permanen di wilayah ini diperkirakan dimulai pada zaman Kerajaan Tarumanegara pada ±tahun 450 M di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa sekarang. Sejak berabad-abad silam itu kota bandar ini telah memegang penting dalam perdagangan di Nusantara bahkan Asia, karena posisi yang dilindungi oleh beberapa pulau membuatnya aman dipakai berlabuh bagi kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia. Tak heran, kota ini senantiasa menjadi arena laga untuk memperebutkan penguasaan wilayah, ekonomi, sosial, budaya dan militer.
Zaman Kerajaan Sunda Pajajaran, pelabuhan Sunda Kelapa merupakan bandar terbesar kerajaan dan telah dikenal pedagang Tiongkok, Arab, India dan Eropa. Seorang pelaut Belanda bernama Jan Huygen van Linschoten menulis: "Pelabuhan utama di pulau (P. Jawa) ini adalah Sunda Calapa... Di tempat ini... didapati sangat banyak lada yang bermutu lebih baik daripada lada Italia atau Malabar... Juga banyak terdapat kemenyan, Benicin atau Bonein atau bunga pala, kamper, dan juga permata intan".
Setelah dikuasai Kesultanan Banten tahun 1527, Sunda Kalapa berganti nama menjadi Jayakarta atau dilafalkan Jakarta/Jaketra yang artinya "kemenangan berjaya". Pada tahun 1617, VOC diberi ijin membangun kantor dagang yang kemudian disalahgunakan menjadi membangun bangunan sangat kokoh berupa benteng Mauritius di timur muara S. Ciliwung.
Pangeran Jakarta/P. Wijayakrama merasa risau atas penyalahagunaan itu sehingga menyerang benteng dibantu orang Inggris. Akan tetapi disaat genting, terjadi perselisihan antara P. Jakarta dengan dengan penguasa Banten yang berakibat dilengserkannya pangeran dari jabatan. Sementara itu, guna membangkitkan semangat dalam mempertahankan bentengnya, VOC mengganti nama Mauritius menjadi benteng BATAVIA pada tanggal 12 Maret 1619. Batavia ini diambil dari "De Batavieren" nama nenek moyang bangsa Belanda.
JP Coen dengan bantuan pasukan yang baru didatangkannya menyerbu Jayakarta, istana pangeran yang sudah kosong dihancurkan, mesjid dan kampung di sekitarnya habis dibakar. Pada tgl. 30 Mei 1619 Jayakarta lenyap, diganti dengan nama Batavia, yang dalam ucapan lidah Melayu menjadi Betawi. Penamaan ini melekat hingga beralihnya kekuasaan pada pasukan Jepang pada tahun 1942 - 1945 yang mengembalikan Batavia menjadi Jakarta.
Dalam Jaarboek van Batavia en Omstreken terungkap masa lampau Jakarta sebagai berikut: "Sejumlah 210.000 orang merupakan kelompok yang terdiri dari berbagai suku Gemente Batavia ini. Semula penduduk-penduduk pribumi ini terdiri dari suku Sunda tetapi lama kelamaan bercampur dengan suku-suku dari pulau lain, seperti Melayu, Bugis, Ambon, Manado, Timor dan sebagainya. Juga orang Eropa, Cina, Arab, Jepang dan sebagainya menyukai wanita-wanita pribumi. Akibatnya terbentuklah tipe lain yang jelas perbedaannya dengan tipe suku Sunda lain yang masih sering dijumpai di sekitar Batavia. Orang yang disebut terakhir ini melakukan peternakan dan pertanian dengan cara hidup dan berpakaiannya bersahaja."
Wisata Alam:
1.Taman Nasional Kepulauan Seribu 2. Pulau Putri, Pulau Nirwana, Pulau Bidadari, dan Pulau Air 3. Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Wisata Sejarah:
1. Pasar Ikan 2. Rumah si Pitung di Marunda 3. Museum Gajah 4. Monumen Nasional 5. Istana Merdeka 6. Tugu Irian Barat 7. Taman Surapati 8. Bekas benteng kota lama Belanda (benteng Batavia) di sebelah timur muara S. Ciliwung, hingga pemukiman Jl. Medan Merdeka, Gambir, Gondangdia, Menteng, Jatinegara dan Tanah Abang 9. Kantor Walikota 10. Jl. Kali Besar 11. Gereja Portugis lama 12. Jl. Melawai 13. Glodok (daerah Cina Tradisional) 14. Lapangan Banteng 15. Monumen Soekarno Hatta 16. Lubang Buaya 17. Gedung Pola (Gedung Proklamasi) 18. Pulau Onrust
Wisata Ilmiah:
1. Planetarium 2. Taman Ismail Marzuki 3. Gedung Kesenian Jakarta 4. Taman Mini Indonesia Indah 5. Seaworld
Wisata Belanja:
1. Tanah Abang (grosir kain dalam berbagai bentuk) 2. Glodok (barang elektronik) 3. Asam Reges (mesin)

Lebak

Lebak memiliki topografi berbukit-bukit. Di wilayah ini terdapat komunitas masyarakat Kabuyutan Baduy di Kecamatan Leuwidamar yang sangat unik dan khas. Masyarakat ini sangat kuat memegang adat tradisi Sunda Buhun (Sunda Kuno). Adat dan tradisi kemasyarakatan masih terpelihara dibawah pimpinan para Puun. Tradisi yang bergaul erat dengan alam menjadikannya pelestari sumber daya alam yang lestari
Komunitas Baduy di Lebak ini terbagi dalam dua golongan: Baduy Jero (dalam) yang berpakaian putih-putih dan Baduy Luar mengenakan pakaian hitam-hitam. Terbagi dalam tiga kapuunan: Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana. Konon mereka adalah sebagian warga Pakuan Pajajaran yang tidak ingin tunduk pada kekuatan yang menyerang ibukota Pajajaran di Pakuan Bogor.
Bahasa dan Seni Tradisi:
Umumnya berbahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Sunda buhun masih digunakan oleh masyarakat Baduy Jero dan Baduy Luar. Seni yang masih terpelihara: Debus, Dogdog Lojor , Calung Rantay dan Angklung Rawayan.
Wisata Alam:
1. Pantai Bagedur 2. Pulau Manuk
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Masyarakat Baduy 2. Situs Sibedug di Kecamatan Bayah 3. Rumah Multatuli 4. Situs Kosala di Kecamatan Cipanas
Wisata Ilmiah:
1. Tambang emas Cikotok

Kuningan

Sejak jaman Pajajaran (±1030 M- 1579 M), di wilayah Kuningan sekarang telah ada penguasa bernama Ki Gedeng Kuningan dan Ki Gedeng Luragung. Kemudian masuk Islam diajak oleh Syarif Hidayatullah dari Cirebon. Selanjutnya Sunan Gunung Jati menitipkan anaknya yang bernama Pangeran Kuningan untuk diasuh oleh istri Ki Gedeng Kuningan yang kelak besar harus menjadi Adipati Kuningan. Pangeran Kuningan adalah putra dari Syarif Hidayatullah dengan Ratu Ontin Nio dari Tiongkok.
Selama P. Kuningan belum dewasa pemerintahan dijalankan oleh Dalem Cianjur bernama Pangeran Dipati Ewangga. Dipati Ewangga mahir membuat peralatan dari logam untuk senjata, sehingga bergelar Empu Dewangga. Bekas pemerintahannya terletak di Kelurahan Winduherang.
Bahasa dan Seni Tradisi:
Umumnya berbahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari, sebagian kecil berbahasa Jawa. Seni yang masih terpelihara: Goong renteng, Sapton, Drama Komedi Wek wek, Kuda Lumping, Tari Buyung, Kemprongan, Cing Cowong.
Wisata Alam:
1. Hutan Telaga Remis 2. Darmaloka (kolam ikan keramat) 3. Kolam Renang Cigugur 3. Curug Cibangkong
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Gedung Naskah Linggarjati

Karawang

Pada tahun 1416 M, armada angkatan laut Cina mengadakan pelayaran keliling atas perintah Kaisar Cheng Tu atau Kaisar Yunglo, kaisar dinasti Ming yang ketiga. Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam yang beragama Islam. Demikian juga juru tulisnya ma Huan, beragama Islam.
Armada tersebut berjumlah 63 buah kapal dengan tujuan menjalin persahabatan dengan raja-raja selatan tetangga Cina. Dalam perjalanan menuju Majapahit, armada singgah di Pura, Karawang untuk sekalian menurunkan Syeh Hasanuddin yang ikut menumpang. Syeh inilah kemudian berjodoh dengan Ratna Sondari, puteri penguasa Pura Karawang. Dari sinilah rentetan penyebaran agama Islam bermula ke seluruh wilayah di sekitarnya.
Karawang hingga sekarang terkenal sebagai lumbung padi nasional dengan area pesawahan sangat luas. Ternyata sejak zaman Kerajaan Sunda pun, Karawang merupakan salah satu kota pelabuhannya.
Bahasa dan Seni Tradisi: Penduduk asli Karawang adalah suku Sunda yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa aslinya, juga bahasa Indonesia sebagai bahasa formal. Berbagai seni yang tumbuh di daerah ini adalah: Tarling (Cibango, Sukatani, Cilamaya), Topeng Banjet (Karawang Utara, Parungpung, dsb), Wayang Golek (Teluk Jambe, Karawang, Babakan jati), Tanjidor, Calung, Pencaksilat, Goong renteng, Kliningan, gambang kromong, reog, wayang kulit (Rawa Gempol), Nadran (Pesta laut)dan Lomba Dayung.
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Candi Batujaya (Diperkirakan sebagai satu lokasi pemujaan pada zaman kerajaan Tarumanegara dengan penemuan tembikar, perhiasan emas. Kompleks percandian yang berjumlah 30 candi ini terbuat dari batu bata di Kecamatan Batujaya Karawang) 2. Tugu Rengasdengklok (peristiwa heroik menjelang 17 Agustus 1945) 3. Makam Kyai Panembahan Adipati Singaperbangsa 4. Makam Syekh Hasanuddin (Syekh Quro) 5. Vihara Sian Jin Ku Po
Wisata Alam:
1. Curug Cigentis 2. Curug Santri/Curug Lalay 3. Gunung Gua dan Mata Air Citaman 4. Situ Kamojing 5. Penangkaran Rusa di Hutan Tegalwaru

Indramayu

Indramayu berasal dari kata "Darma ayu" yang berasal nama seorang Endang Darma yang cantik. Konon saat hutan Cimanuk sedang dibangun menjadi pemukiman, telah dibantu oleh perempuan cantik jelita bernama Endang Darma yang selain pandai bertani ternyata sakti pula. Peresmian nama ini dilakukan pada tanggal 7 Oktober 1527.
Bahasa dan Seni Tradisi:
Umumnya berbahasa khas Indramayu yang berbeda dari bahasa Sunda maupun Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Walau dominan kosa kata Jawa yang menonjol selain bahasa Indonesia sebagai bahasa resminya. Tradisi yang masih dipelihara: Ngarot, Sedekah bumi (selamatan menyambut musim hujan), mermule, Mapag Sri, Nadran (pesta nelayan), Jaringan (mencari jodoh secara tradisional dengan bahasa Sunda buhun), Ngunjung, Ruwatan, Kala, Ngupati, Memitu/tingkeban, Mbubur lolos, Puputan, Cukuran, Baritan, Rasulan, Meminang, Menjemput dan Serah Terima Pengantin, Topeng, Genjring Rudat, Sampyong, Barokan.
Wisata Alam:
1. Pantai Tirtamaya 2. Jatibarang 3. Anjatan, Gunung Cipta Semalam

Garut

Garut beberapa tahun lampau masih terkenal dengan jeruknya, sekarang yang masih bertahan adalah kualitas domba Garutnya. Akan tetapi kini Garut pun masih memiliki obyek wisata khas lainnya, diantaranya Kampung Sampireun. Jenis wisata yang terletak di desa Sukakarya itu nuansanya sangat berbeda dengan tempat lain. Kawasan ini searah dengan pembangkit listrik tenaga uap Kamojang dan Taman Wisata Kamojang di lereng Gunung Guntur. Pemandangan sebuah danau seluas 1,4 hektar dengan rumah-rumah berdinding bambu khas Sunda di atas danau menyejukkan mata memandangnya.
Garut dahulu masih merupakan satu kabupaten dengan Kabupaten Bandung, Sukapura (Tasikmalaya), dan Sumedang. Dan masih bernama Limbangan. Pada tahun 1913 Limbangan berganti nama menjadi Garut sekarang.
Bahasa dan Seni Tradisi: Bahasa sehari-hari adalah bahasa Sunda disamping bahasa nasionalnya yaitu bahasa Indonesia. Seni tradisi yang dapat ditemukan di daerah Garut adalah: rebana, pencak silat, seni domba Garut.
Wisata Sejarah/Ilmiah:
1. Candi Cangkuang di Kecamatan Leles 2. Kampung Naga (perkampungan khas yang masih teguh memegang tradisi leluhur Sunda)
Wisata Alam:
1. Situ Cipatengang 2. Cipanas di Tarogong 3. Kampung Sampireun 4. Situ Bagendit yang berlegenda 5. Cagar Alam Sancang 6. Kawah Papandayan 7. Pantai Cilaut Eureun 8. Pantai Sayang Heulang 9. Taman Karang Numpang
Wisata Belanja:
1. Dodol Garut 2. Tembakau

Cirebon

Kota Cirebon adalah kota pelabuhan yang sangat terkenal sebagai kota udang, karena udang banyak dihasilkan dari lautnya selain terasi rebon. Kota ini unik karena merupakan titik percampuran budaya antara Sunda dan Jawa yang ditampilkan dalam bahasa, seni dan tradisinya selain pengaruh Islamnya yang sangat kuat.
Pangeran Walangsungsang/P. Cakrabuana/Haji Abdullah Iman merupakan peletak pondasi pendirian kampung Cirebon di daerah pesisir. Penyebutan Cirebon Pesisir atau Cirebon Larang kemudian untuk membedakannya dengan Cirebon Girang yang telah didirikan di lereng Gunung Ceremai sejak lama. Sri Baduga Maharaja dari Pajajaran menganugerahkan gelar Sri Mangana atas prestasi puteranya itu. Rara Santang, juga putri Sri Baduga yang telah beragama Islam, kembali dari Mekkah membawa serta putranya yang bernama Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah inilah yang mengukuhkan Cirebon menjadi kekuatan agama Islam yang merdeka dari kerajaan kakeknya di Pakuan Pajajaran dan menjadi raja Cirebon bergelar Susuhunan Jati.
Susuhunan Jati merupakan ayah dari Syeh Hasanuddin yang membentuk Kesultanan Banten ini, wafat pada tahun 1568 M dan dikuburkan di Gunung Jati (Cirebon) sehingga dikenal pula sebagai Sunan Gunung Jati.
Bahasa dan Seni Tradisi: Bahasa sehari-hari penduduknya terbagi antara bahasa Cirebon (bahasa Jawa dialek setempat) dan Sunda selain berbahasa Indonesia dalam pergaulan resmi. Seni Cirebon merupakan perpaduan antara budaya prasejarah-Hindu dan Islam diantaranya: Panjang Jimat, Nadran (pesta laut), Kliwonan, Tari Topeng, Tarling (Gitar Suling), sintren, Lais, karawitan, wayang kulit, genjring. Selain itu terdapat pula: Berdirian (di daerah Gempol, Sindanglaut, dan Babakan), Trusmian, terebang, kuda lumping, berokan, macapat, sampyong.
Wisata Sejarah:
1. Keraton Kasepuhan (=Keraton Pakungwati didirikan tahun 1677) 2. Keraton Kanoman (terdapat Kereta Naga Paksi) 4. Makam Sunan Gunung Jati (Cirebon Utara) 5. Gua Sunyaragi (dibangun 1703)
Wisata Alam:
1. Plangon 2.Trusmi 3. Situ Gendong 4. Situ Pator 5. Wana Wisata Ciwaringin 6. Air panas Palimanan 7. Talaga Remis
Wisata Belanja:
1. Terasi/kerupuk udang 2. Tahu gejrot 3. Cecek 4. Nasi jamblang 5. Nasi Lengko 6. Empal Gentong 7. Tahu petis 8. Docang 9.Cirebon merupakan penghasil dan produsen kerajinan rotan terbesar di dunia.

Cianjur

Cianjur terletak pada jalur jalan raya Bogor-Puncak-Bandung, daerah ini memiliki atraksi budaya dan wisata yang amat menarik, selain mudah dicapai baik dengan kendaraan umum, ataupun kendaraan pribadi. Dalam hal makanan Cianjur sangat terkenal tauconya, pepes ikan mas serta manisan dan asinan buah-buahan dan sayuran. Sepanjang jalan raya daerah ini banyak sekali restoran-restoran dengan sajian berbagai jenis makanan sambil memandang keindahan alamnya yang cantik.
Di Cianjur pula kita dapat temukan peternak-peternak ayam pelung yang berkualitas tinggi serta pengrajin lampu-lampu hias. Keberadaan Cianjur sendiri dimulai pada pertengahan abad ke-17 Masehi ketika rakyat Raden Djayasasana Aria Wira Tanu (putra Aria Wangsa Goparana keturunan ke-7 Prabu Siliwangi) mencari pemukiman baru di pinggir sungai untuk bertani dan tempat tinggalnya. Raden Djayasasana bertempat tinggal di Cikundul yang kemudian disebut Cianjur kini.
Bahasa dan Seni Tradisi: Bahasa Sunda halus merupakan bahasa sehari-hari penduduknya disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Kesenian adiluhung yang dimiliki Cianjur adalah tembang Cianjuran diiringi perangkat kacapi-suling, selain itu daerah inipun melahirkan seni pencak silat yang terkenal yaitu: aliran Cimande dan Cikalong.
Wisata Sejarah:
1. Gunung Padang (situs purba yang memiliki batu berundak terbesar di Asia Pasifik) 2. Istana Presiden di Cipanas (17 km dari kota Cianjur ) 3. Makam Cikundul di Cikalong Kulon 4. Situ Megalit di Kecamatan Campaka
Wisata Alam:
1. Kebun Raya Cibodas=Taman Firdaus Asia (berlokasi di lereng Gunung Gede pada ketinggian 1500 m. Udaranya sejuk dan luasnya 83 hektar, Kebun Raya Cibodas ini dibangun pada tahun 1862) 2. Taman Nasional Gede-Pangrango (merupakan lokasi pendakian dengan puncak Gede setinggi 2.958 meter, sedang puncak Pangrango 3.019 m) 3. Mandala Kitri (lokasi perkemahan/camping ground) 4. Lembah Suryakencana (terdapat bunga Edeilwess sebagai bunga abadi). 5. Waduk Saguling 6. Waduk Cirata 7. Jangari (lokasi pemancingan)
Wisata Belanja:
1. Tauco 2. Manisan buah-buahan 3. Durian di kebun (Pasir Hayam)

Ciamis

Di wilayah Ciamis terdapat situs Karangkamulyan di Kecamatan Cijeunjing berupa hutan 25,5 ha. Situs yang berkarakter tempat suci agama Hindu dan kepercayaan Sunda asli. Ciri agama Hindu ditandai dengan adanya fragmen Yoni dan arca Ganesha, sedangkan unsur lokal (Sunda) berupa tradisi megalitik yang ditandai dengan bangunan dari susunan batu dan batu berdiri (menhir). Di sekitar kompleks bangunan suci dijumpai adanya indikasi pemukiman berupa fragmen bata, gerabah, keramik, batu pengupan, besi, perunggu dan arang.
Di Situs ini (abad X - XVII) terdapat beberapa obyek arkeologis berupa Pangcalikan, Sanghyang bedil, panyabungan ayam, lambang peribadatan, Cikahuripan, makam Sri Bhagawat Pohaci, Pamangkonan dan makam Adipati Panaekan, serta terdapat parit kuno dan benteng (gundukan tanah).
Situs lainnya adalah Kampung Kuta. Kampung yang letaknya hampir berbatasan dengan Jawa Tengah ini, konon dulu sempat jadi bermukimnya Prabu Siliwangi (Raja Galuh). Saat itu Sang Prabu sempat berencana mendirikan keraton di Kampung Kuta ini sebagai pusat kerajaan Galuh.
Akan tetapi, karena tidak mencapai sasaran yang disebut Patang Ngewu Domas, rencana tersebut gagal. Hanya meninggalkan jejak Gunung Semen (semen merah dari tanah), kapur seluas 0,25 hektare serta 3 buah Batu Soko di sekitar G. Gede. Situs lainnya di Bukit Susuru Dusun Bunar Kec. Kertabumi Cijeunjing. Di Susuru ditemukan kapak dari batu, manik-manik batu, guci porselen, dsb. Juga terdapat batu altar, sumur batu seberat 20 ton serta 3 buah gua.
Untuk menuju obyek/kawasan wisata Ciamis telah tersedia Bandara Nusa Wiru.
Bahasa dan Seni Tradisi: Penduduk berbahasa Sunda dan bahasa nasional. Jenis seni tradisi yang lestari: upacara adat, permainan rakyat, cerita rakyat/naskah kuno, Reog, Badeng, Buncis, Gotong singa, Janeng, Bongbang, Beluk, Arumba, Angguk, Manolek, ronggeng gunung, dll.
Wisata Alam:
1. Pantai Pangandaran dengan Karang Nini dan Karang Tirta 2. Grand Canyon (berperahu di sungai yang indah dengan dinding batunya) 3. Cagar Alam Pananjung (terdapat Gua panggung, arca sapi jantan, batuan sisa candi dan makam dari Kerajaan Galuh) 4. Terowongan Wilhemina dan Yuliana (terpanjang di Pulau Jawa) 5. Gua Donan 6. Batu Hiu 7. Lembah Putri 8. Keusik Luhur 9. Situlengkong
Wisata Sejara/Budaya:
1. Bumi Alit (menyimpan alat perang) 2. Karangkamulyan (bekas kerajaan Galuh) 3. Situs Astana Gede

Bogor

Pada awal abad ke-16 Masehi, di Pulau Jawa masih terdapat dua buah Kerajaan besar, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Majapahit. Yang pertama berlokasi di bagian barat P. Jawa, sedangkan Kerajaan Majapahit terletak di bagian timur P. Jawa.
Ibukota Kerajaan Sunda ialah Pakuan Pajajaran berada di daerah pedalaman "Dayo"(=Dayeuh=kota=Bogor), ibukota itu dapat didatangi oleh kapal-kapal kecil dengan menyusuri Sungai Ciliwung melalui kota Pelabuhan Sunda Kalapa (Jakarta sekarang). Perjalanan Sunda Kalapa - Pakuan dapat ditempuh selama dua hari. Pada waktu itu penduduk ibukota Pakuan berjumlah sekitar 50.000 orang.
Kota Pakuan ibarat Mesopotamia - pusat peradaban yang tumbuh diantara dua sungai besar: S. Cisadane dan S. Ciliwung. Pusat Kerajaan Pajajaran ini sangat kuat pertahanannya, sehingga penyerang sulit untuk menembusnya. Berkali-kali pasukan tidak beridentitas menyerang ibukota yang dilindungi parit serta lembah, namun pada akhirnya keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati dapat dibakar dan dibumihanguskan. Pajajaran sirna ingbhumi pada 8 Mei 1579 M. Sebagian penduduk mengungsi ke pantai selatan (Cisolok dan Bayah), ke arah timur (Sumedang), dan ke arah Pandeglang (Gunung Pulasari).
Hebatnya pertahanan Pakuan ini, masih bisa disaksikan hingga masuknya kekuatan kolonial VOC Belanda. Pada akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18, berita tentang parit pertahanan selalu Bogor menghiasi laporan ekspedisi VOC, karena sangat menarik bagi para serdadu dan orang-orang barat itu. Sisa-sisa parit pertahanan ini terserak ini di wilayah Batutulis, Lawanggintung dan Kompleks Pemakaman Dreded.
Bahasa dan Seni Tradisi: Penduduk kota Bogor terdiri dari berbagai suku bangsa dan sebagian besar bersuku Sunda. Bahasa pengantar sehari-hari sebagian besar berbahasa Sunda disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa formal dan bahasa para migran. Seni tradisi yang masih ada: Calung, reog, wayang, karawitan, wayang, ajeng, angklung gubrag, jipeng, tanji, seni lukis/ pahat/ukir.
Wisata Alam:
1. Kebun Raya Bogor 2. Taman Safari 3. Telaga Warna (luas 23,25 ha di Cisarua) 4. Danau Lido 5. Gunung Salak Endah 6. Gua Gudawang 7. Cipanas-Puncak 8. Curug Cilember 9. Kawah Ratu 10. Air Panas Gunung Pancar 11. Air Panas Ciseeng 12. Situ Lebak wangi di Parung 13. Ciliwung - Cisadane
Wisata Sejarah/Budaya:
1. Istana Bogor (awal mula didirikan pada tahun 1745 sebagai pesanggarahan) 2. Prasasti Batutulis 3. Tugu Kapten Muslihat 4. Situs Rancamaya 5. Arcadomas (2 ha di Cisarua) 6. Bukit Parbakti 7. Candi Cibuaya 8. Prasasti Jambu 9. Prasasti Ciaruteum 10. Prasasti Kebon kopi 11. Prasasti Pasir Awi 12. Museum Peta
Wisata Pendidikan:
1. Herbarium Bogoriensis 2. Museum Etnobotani 3. Museum Zoologi 4. Pusat Perpustakaan Pertanian 5. Kampus IPB
Wisata Belanja:
1. Asinan Bogor 2. Talas Bogor 3. Perlengkapan rafting Boogie 4. Perangkat gamelan dari logam 5. Wayang golek Ciampea 6. Lampu gentur Cipayung Girang 7. Batuaji Cipayung datar

Bekasi

Seorang ahli sejarah Poerbatjaraka berpendapat bahwa letak ibukota Tarumanegara terdapat di sekitar kota Bekasi. Pendapat Poerbatjaraka berdasarkan dugaan bahwa nama candrabagha yang ditulis dalam prasasti Tugu, setelah menyesuaikan diri dengan aturan bahasa setempat menjadi Bekasi. Etimologi itu berasal dari kata candrabhaga>bhagacandra>bhagasasi>Bekasi
Naskah Wangsakerta juga menyebutkan, walau raja serta keluarga kerajaan menganut agama Hindu, tetapi penduduk di sekitar desa-desa masih tetap dengan ajaran leluhur mengikuti adat nenek moyangnya (seperti Komunitas Badui?) yang berarti telah ada tata kemasyarakatan sebelum Tarumanegara. Pada zaman Tarumanegara inilah istilah Sunda mulai dikenal yakni untuk menyebut ibukota kerajaannya sendiri sebagai Sundapura (kota Sunda). Demikian pula dengan legenda harimau (maung), menunjukkan keperkasaan Sang Purnawarman yang bergelar Harimau Tarumanegara (Wyagghra ning Tarumanegara).
Pada zaman kolonial Belanda, Bekasi salah satu daerah Jatinegara (Meester Cornelis). Masa revolusi fisik berpindah-pindah dari Bekasi ke Tambun, Cikarang dan Kedunggede. Tanggal 17 Februari 1960 rakyat Bekasi mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk mengganti Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.
Bahasa dan Seni Tradisi: Bahasa pergaulan penduduk Bekasi adalah Bahasa Sunda, Betawi dan bahasa Indonesia sebagai bahasa formal. Seni yang berkembang adalah: Lenong, Cokek, Wayang Kulit, Reog/Dogdog (di Kecamatan Bekasi); Topeng (di Lemahabang), Wayang Golek, Tanji (di Kec. Setu), Kasidahan.
Wisata Sejarah:
1. Situs Buni di Babelan 2. Prasasti Muara Cianten, Cibarusa
Wisata Alam:
1. Cibitung 2. Pesisir Pantai

Bandung

Bandung - terkenal dengan berbagai julukan seperti: Kota Kembang, Kota Eropa di Pegunungan Asia dan Paris-nya Pulau Jawa - merupakan sebuah kota yang terletak pada ketinggian 725 m dpl. Kota yang terhampar pada suatu dataran yang dikelilingi gunung-gunung ini memiliki hawa yang sejuk, segar dan panorama yang indah. Awal mula berdirinya Kota Bandung tidak lepas dari jasa dan kiprah Wiranatakusumah II, yang menjadi Bupati Kabupaten Bandung (1794 - 1829). Pada saat itu, ibukota kabupaten terletak di Karapyak - Dayeuh Kolot.
Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Gubjend Herman Willem Daendels (1808 - 1811), mempunyai rencana membuat sebuah jalan yang membelah P. Jawa, menghubungkan Anyer di ujung barat dan Panarukan di timur. Jalan yang dikenal sebagai Jalan Raya Pos (Groote Postweg) membentang sepanjang ±1000 km.
Atas permohonan Daendels inilah, sejak tanggal 25 Mei 1810, ibukota Kabupaten Bandung yang semula berada di Karapyak dipindah, mendekati Jalan Raya Pos. Bupati Wiranatakusumah II, dengan persetujuan sesepuh serta tokoh-tokoh di bawah pemerintahannya memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Bandung sekarang. Daerah yang dipilih sebagai ibukota baru tersebut, terletak di antara dua buah sungai (S. Cibadak dan S. Cikapundung), daerah sekitar Alun-Alun Bandung sekarang.
Pada tahun 20-30an timbul gagasan dan kemudian usulan memindahkan ibu kota Hindia Belanda (Nusantara) dari Batavia ke dataran tinggi Bandung ini. Sehingga dibangunlah berbagai gedung megah dan indah untuk pemerintahan dan perumahan pendukungnya. Pemindahan ini beralasan higienis lingkungan dimana Bandung mempunyai iklim yang sejuk serta pemandangan yang mempesona dibanding Batavia waktu itu.Selain itu,fakta bahwa bumi Pasundan yang sangat kaya dengan berbagai hasil sumber daya alamnya telah menghasilkan banyak keuntungan yang dikeruk untuk kepentingan penjajahan. Istilah gabus pelampung bagi bumi Pasundan, menunjukkan pembangunan sarana-sarana fisik megah masa penjajahan Belanda bermodal dari pengerukan alam tatar Pasundan bersamaan dengan pemerasan, penghisapan serta penindasan terhadap manusia pribumi dalam jangka panjang.
Bahasa dan Seni Tradisi: Penduduk asli mayoritas menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dalam kehidupan sehari-harinya dan bahasa Indonesia sebagai resmi. Tradisi tidak jauh berbeda dengan komunitas Sunda lainnya yang mengutamakan "orang yang lebih tua usianya" serta baik budi dan menghormati tamunya (someah hade ka semah).
Seni yang masih dipertahankan: Adat perkawinan khas Sunda, Wayang golek, Calung, Reog, Angklung dan Longser.
Wisata Sejarah:
1. Candi Bojongmenje 2. Gedung Papak 3. Gedung Sate 4. Pendopo kabupaten (cikal bakal kota Bandung) 5. Gua Jepang di Taman Juanda 6. Gedung Merdeka 7. Gedung Sabau 8. Museum Sri Baduga 9. Museum Mandala Wangsit Siliwangi 10. Bangunan2 tua bekas peninggalan Belanda
11. Gedung Dwiwarna (bangunan terakhir yang dibuat Belanda)
Wisata Ilmiah:
1. Museum Geologi 2. Peneropongan Bintang Boscha 3. Museum Geologi 4. Museum Zoologi 5. Gedung Aula Barat ITB 6. Perpustakaan Jawa Barat
Wisata Alam:
1. Situ Patenggang 2. Pemandian Air Panas Maribaya 3. Kawah Tangkuban Perahu 4. Situ Cileunca 5. Pemandian Air Panas di Ciwidey 6. Naik Kuda di Jl. Ganeca
Wisata Belanja:
1. Cibaduyut (Pusat Perajin kulit: Sepatu, tas. dll) 2. Pasar Baru (grosir untuk kain) 3. Cihampelas (produsen jeans) 4. Batagor Riri (makanan khas Bandung) 5. Kue Surabi (makanan unik yang gurih) 6. Wayang Golek 7. Lukisan Jelekong

Kawasan Barat Pulau Jawa

Bubuka:
Peta zaman Portugis dan Belanda masa silam membagi Nusantara (Indonesia sekarang) menjadi dua gugusan kepulauan, yaitu Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Sedang The Hammond World Atlas tahun 1980, peta terbitan Time USA itu menyebutnya dengan nama Sunda Islands.

Pulau Jawa bagian barat ini diperkirakan muncul pada akhir zaman Miosen. Terbentuknya gunung-gunung berapi/dataran tinggi di daerah ini terus terjadi hingga zaman Pliosen atau Tersier Akhir. Para arkeolog pun telah menandai bahwa beberapa tempat di wilayah ini (diantaranya kota Jakarta sekarang) telah dihuni manusia sejak tahun 3000 lalu, berdasarkan temuan bekas-bekas permukiman di mulut S. Ciliwung

Fosil-fosil purbakala yang telah ditemukan salah satunya adalah kapak genggam (tanpa tangkai) yang ditemukan di Parigi, Jampang (Sukabumi) dan Leuwiliang Bogor. Kapak ini dianggap sezaman dengan masa hidupnya Pithecantropus Erectus dari Trinil (Sangiran). Demikian pula alat pemukul kayu di Cariu, periuk di Buniwates, kapak batu, tengkorak, gelang, cincin, periuk, prasasti di daerah Bekasi. Banyak lagi perkakas purba yang menunjukkan kehidupan telah berlangsung sedemikian tuanya di daerah ini.

Dari sumber tertulis di wilayah inipun tercatat beberapa nama besar sejarah yang masih perlu penelitian lebih lanjut, yaitu: Salakanagara (±130 s/d 362 M), Tarumanagara (±358 s/d 669 M), Kendan-Galuh (±538 s/d 852 M), Sunda (±669 s/d 1482 M), Pakuan Pajajaran (±1482 s/d 1579 M), Sumedanglarang (±1576 s/d 1608 M), Cirebon (±1270 M -), Banten (±1526 M-). Selain juga terdapat beberapa nama lainnya.

Dalam rentang waktu yang panjang ini telah banyak peristiwa terjadi, pergantian penguasa wilayah ini niscaya selalu dengan beda kehendak yang didapatkan melalui damai maupun melalui peperangan. Telah mengubur banyak kekayaan sejarah menjadi lapisan mitos dan legenda, sementara yang terselamatkan masih tercecer dan tersebar di berbagai pustaka lama, baik di pelataran museum-museum Indonesia maupun tumpukkan naskah-naskah kuno di berbagai negara.

Dengan posisi yang sangat strategis serta tingkat kesuburan alamiah yang luar biasa ini, P. Jawa bagian barat menyimpan banyak cerita tentang pergumulan umat manusia dari berbagai pelosok untuk memperebutkan penguasaan wilayah, militer, ekonomi, sosial dan budaya. Tatar Pasundan ini selain hamparan keindahan alamiahnya yang layak dikunjungi, juga diungkap untuk tamasya sejarah, budaya, petualangan, eksplorasi ilmiah dan rekreasi keluarga. Tatar Pasundan is the world heritage.