Jakarta

Pemukiman permanen di wilayah ini diperkirakan dimulai pada zaman Kerajaan Tarumanegara pada ±tahun 450 M di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa sekarang. Sejak berabad-abad silam itu kota bandar ini telah memegang penting dalam perdagangan di Nusantara bahkan Asia, karena posisi yang dilindungi oleh beberapa pulau membuatnya aman dipakai berlabuh bagi kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia. Tak heran, kota ini senantiasa menjadi arena laga untuk memperebutkan penguasaan wilayah, ekonomi, sosial, budaya dan militer.
Zaman Kerajaan Sunda Pajajaran, pelabuhan Sunda Kelapa merupakan bandar terbesar kerajaan dan telah dikenal pedagang Tiongkok, Arab, India dan Eropa. Seorang pelaut Belanda bernama Jan Huygen van Linschoten menulis: "Pelabuhan utama di pulau (P. Jawa) ini adalah Sunda Calapa... Di tempat ini... didapati sangat banyak lada yang bermutu lebih baik daripada lada Italia atau Malabar... Juga banyak terdapat kemenyan, Benicin atau Bonein atau bunga pala, kamper, dan juga permata intan".
Setelah dikuasai Kesultanan Banten tahun 1527, Sunda Kalapa berganti nama menjadi Jayakarta atau dilafalkan Jakarta/Jaketra yang artinya "kemenangan berjaya". Pada tahun 1617, VOC diberi ijin membangun kantor dagang yang kemudian disalahgunakan menjadi membangun bangunan sangat kokoh berupa benteng Mauritius di timur muara S. Ciliwung.
Pangeran Jakarta/P. Wijayakrama merasa risau atas penyalahagunaan itu sehingga menyerang benteng dibantu orang Inggris. Akan tetapi disaat genting, terjadi perselisihan antara P. Jakarta dengan dengan penguasa Banten yang berakibat dilengserkannya pangeran dari jabatan. Sementara itu, guna membangkitkan semangat dalam mempertahankan bentengnya, VOC mengganti nama Mauritius menjadi benteng BATAVIA pada tanggal 12 Maret 1619. Batavia ini diambil dari "De Batavieren" nama nenek moyang bangsa Belanda.
JP Coen dengan bantuan pasukan yang baru didatangkannya menyerbu Jayakarta, istana pangeran yang sudah kosong dihancurkan, mesjid dan kampung di sekitarnya habis dibakar. Pada tgl. 30 Mei 1619 Jayakarta lenyap, diganti dengan nama Batavia, yang dalam ucapan lidah Melayu menjadi Betawi. Penamaan ini melekat hingga beralihnya kekuasaan pada pasukan Jepang pada tahun 1942 - 1945 yang mengembalikan Batavia menjadi Jakarta.
Dalam Jaarboek van Batavia en Omstreken terungkap masa lampau Jakarta sebagai berikut: "Sejumlah 210.000 orang merupakan kelompok yang terdiri dari berbagai suku Gemente Batavia ini. Semula penduduk-penduduk pribumi ini terdiri dari suku Sunda tetapi lama kelamaan bercampur dengan suku-suku dari pulau lain, seperti Melayu, Bugis, Ambon, Manado, Timor dan sebagainya. Juga orang Eropa, Cina, Arab, Jepang dan sebagainya menyukai wanita-wanita pribumi. Akibatnya terbentuklah tipe lain yang jelas perbedaannya dengan tipe suku Sunda lain yang masih sering dijumpai di sekitar Batavia. Orang yang disebut terakhir ini melakukan peternakan dan pertanian dengan cara hidup dan berpakaiannya bersahaja."
Wisata Alam:
1.Taman Nasional Kepulauan Seribu 2. Pulau Putri, Pulau Nirwana, Pulau Bidadari, dan Pulau Air 3. Suaka Margasatwa Pulau Rambut
Wisata Sejarah:
1. Pasar Ikan 2. Rumah si Pitung di Marunda 3. Museum Gajah 4. Monumen Nasional 5. Istana Merdeka 6. Tugu Irian Barat 7. Taman Surapati 8. Bekas benteng kota lama Belanda (benteng Batavia) di sebelah timur muara S. Ciliwung, hingga pemukiman Jl. Medan Merdeka, Gambir, Gondangdia, Menteng, Jatinegara dan Tanah Abang 9. Kantor Walikota 10. Jl. Kali Besar 11. Gereja Portugis lama 12. Jl. Melawai 13. Glodok (daerah Cina Tradisional) 14. Lapangan Banteng 15. Monumen Soekarno Hatta 16. Lubang Buaya 17. Gedung Pola (Gedung Proklamasi) 18. Pulau Onrust
Wisata Ilmiah:
1. Planetarium 2. Taman Ismail Marzuki 3. Gedung Kesenian Jakarta 4. Taman Mini Indonesia Indah 5. Seaworld
Wisata Belanja:
1. Tanah Abang (grosir kain dalam berbagai bentuk) 2. Glodok (barang elektronik) 3. Asam Reges (mesin)

Tidak ada komentar: