Ujungpandang Ekspress Tengah Malam

Tahun 2001 Jam 02.00 wita kantor redaksi Ujungpandang Ekspress super sibuk untuk penerbitan untuk esok hari. Penulis asik sebagai lay outer ditemani redaktur Pak Aswan, pak Joepri dan beberapa tim redaksI dan wartawan lainnya.
Tiba-tiba terdengar bunyi rem mobil yang diinjak dengan keras di lantai 1. Pak Satpam tergopoh-gopoh datang ke ruang redaksi sambil memberitahukan ada tamu sebanyak 2 jeep landrouver hijau.
Pak redaktur dan pimpinan lainnya menyambut para tamu yang datang di dini hari.
Para tamu bersikap ramah yang dipimpin salah seorang perwiranya. Mereka menyampaikan permohonan maaf karena telah terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan salah seorang fotografer kami sedikit bermasalah dengan patroli markas Sore tadi.
Perbincangan dilakukan dengan damai dan penuh kekeluargaan. Semua selesai karena dialog terbuka yang dilakukan tanpa intimidasi atau ancaman.............

Prajurit Pro rakyat

Tahun 1998, demo setiap hari terjadi di kota Makassar. Ribuan mahaSiswa dengan berbagai jas almamater yang berwarna-warni memeriahkan jalan-jalan dari kampus-kampus ke tengah kota. Penulis karena masih mahasiswa tentu tidak mau ketinggalan berpadu dengan teman, sahabat dan rekan dari berbagai penjuru kota.
Disela-sela demo, penulis masih tak lupa menyempatkan diri berkumpul di jalan Dr. Soetomo untuk berlatih gamelan sebagai sarana mendinginkan kepala:))
Hari itu, demo sedang riuhnya. Beberapa sahabat perwira dari beberapa kesatuan di Makassar mampir, selain silaturahmi tentu juga sambil minum bajigur yang menyegarkan. Sudah beberapa malam mereka tidak tidur.
Saat berpamitan, ada periStiwa 'luar biasa' yang menakjubkan di depan penulis. Bertiga mereka mengeluarkan magazin (peluru) dari masing-masing senjata yang dibawanya.
"Daripada salah tembak atau tidak sengaja menembak rakyat tidak berdosa, lebih baik tak usah pakai peluru", ujarnya sambil unjuk salam.

Teladan Pak Dani Setiawan dan Pak Agum Gumelar

Pada masa Kampanye dan Pemilu Gubernur Jawa Barat tahun 2008, perilaku gentlemen, satria, dan fair play dipertunjukkan para kandidat.
Dani Setiawan yang didukung Partai Golkar dan Agum Gumelar dukungan PDI-P kalah dalam penghitungan Suara oleh pasangan muda Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf.
Dunia internasional dan nasional dapat melihat kematangan politik tokoh senior (Dani dan Agum) saat menerima kekalahannya. Tanpa arogansi senioritasnya, dengan legowo dan besar hati kedua kandidat yang kalah dapat menerima tanpa mencari kesalahan, marah-marah apalagi menghasut pengikutnya untuk berbuat anarkis.
Terimakasih pak Dani, pak Agum anda berdua telah memberikan teladan yang sangat berharga bagi kami......

Pak Agum yang baik

Agum Gumelar adalah salah seorang tokoh nasional yang meniti karir sebagai militer, dari Danjen Kopasus, Panglima Kodam Wirabuana SulaweSi Selatan serta pernah menjadi menteri dan ketua KONI.
Tentu pak Agum Gumelar tidak akan kenal penulis, walau selama menjabat di Sulawesi Selatan penulis menyaksikan sendiri kepiawaian beliau dalam mengendalikan kondisi panaS kota Makassar yang memang sudah panas.
Di masa jabatannya, kasus kerusuhan beraroma etnis antara etniS Makassar dan Tionghoa yang hampir membakar kota Makassar berhasil diredamnya.
Sebagai Pangdam, Agum Gumelar dekat dengan mahasiswa Makassar Sehingga pada masanya dilakukan seleksi bagi mahasiswa yang berminat menekuni olahraga dirgantara. Teman-teman dari organisasi mahasiswa pramuka, menwa, SAR ada yang berhasil lolos seleksi sehingga berkesempatan menjadi penerjun bebas/free fall dan terbang layang.
Penulis tidak ikut karena kurang tinggi he he he... juga lagi sibuk jadi wartawan boss:))
Pada masa gejolak reformasi, manuver Agum Gumelar mampu menjembatani keinginan rakyat dengan penguasa daerah dan pusat. Tidak terjadi pertumpahan darah atau penghilangan orang.
Karena penuliS tinggal dalam lingkungan kampus Universitas Hasanuddin dapat melihat satuan Kopasus bertindak simpatik terhadap aktifis demo sekalipun.
Dalam dua kali kesempatan, halal bihalal di rumah jabatan Kapolda Sulawesi Selatan dan perpisahan di akhir tugas pak Agum Gumelar, alhamdulilah penulis diberi kesempatan sebagai MC (Master of Ceremony).
Bravo Agum Gumelar...!!!

Reformasi = kuliah mahal

Tahun 1997 menjelang keberangkatan sebagai Tim Surveyour NGO Plan Internasional ke GalesOng Takalar, maka kami bersepuluh menikmati rehat di kantor.
Karena sahabat yang bersembilan semuanya dari FISIPOL (fakultaS Ilmu Sosial Politik) tentu menu perbincangan setiap saat adalah hal paling aktual yaitu tuntutan reformasi yang semakin memuncak.
Tadinya penuliS jadi pendengar yang setia saja karena hanya satu-satunya dari FKG.
Lama kelamaan karena perbincangan makin Seru, penulis ikut nimbrung. Yang akhirnya berujung pada dua kubu, Satu kubu pro reformaSi termasUk penulis, kubu lainnya menolak reformasi.
Mas Soesilo mengingatkan yang pro akan implikasi yang akan terjadi bila reformasi berhasil. Tentu kami yang pro reformasi pun mati-matian bertahan dengan segala argumen dan dalil yang kami punyai.
........next ... reformasi bergulir, kabinet demi kabinet berganti...
Apa yang Mas Soesilo ramalkan dan prediksikan terjadi, misal dalam biaya pendidikan tinggi yang luar biasa mahal.
Coba bandingkan : Tahun 1989 masuk Fakultas eksak PTN dikenakan uang maSuk 250.000 dengan uang semester 120.000. Sementara non eksak PTN, uang Semester 90.000 saja.
Tahun 2007 masuk Fakultas eksak PTN dikenakan uang maSuk 10-40 juta dengan uang semester 1,5 juta. Sementara non eksak PTN uang masuk 10 juta, uang semester 1 juta.
Mungkinkah kita bisa kuliah di PTN ternama bila uang masUknya saja 10-40 juta seperti sekarang ini?
........................
Trims, Mas telah mengingatkan kita

Nikmatnya Belajar

Syukur tidak terhingga bila mengingat jenjang pendidikan yang telah dilampaui. Begitu banyak kegembiraan, keberkahan, kenikmatan dalam meniti capaian setiap jenjangnya.
Setiap lembaga punya khas masing yang melengkapi dahaga penuliS akan ilmu pengetahuan. Allah begitu maha pemurah telah memberikan lingkungan pendidikan yang semuanya menyenangkan. Masa SD, SMP, SMA di kota sejuk dan indah adalah sangat sehat untuk dikenang. Disanalah jiwa petualang bertemu dengan teman sehati dan sejiwa yang sama-sama memaknai kegiatan yang penuh warna.
Menginap di sekolah, meramaikan seni dan
Walau maSih berlaku masa perploncoan akan tetapi itu semua membuat kebangkitan jiwa.
Demikian pula IPB yang sangat memanusiakan manusia penuh kasih sayang dalam metoda pendidikannya. IPB adalah jernihkan pikiran dengan kesahajaan, ilmu padi secara harfiah dan merambah relung-relung keilmuan yang lebih dalam.
Universitas Hasanuddin Makassar adalah tempat paling lama penulis menuntut ilmu, terimakasih tak terperi kepada semua civitas akademikanya. Keterbukaan dan kebaikan hati menjadikan hati tentram dan sejahtera lahir bathin.

Positif thingking 1

Rumah tradisional Sunda yang berdinding bambu berlantai bilah bambu serta dilengkapi tepas/teras bambu, masih banyak dijumpai hingga kini. Walau tidak sebanyak tahun 80-an, rumah tradisi tersebut dapat dijumpai dari ujung barat banten, sedikit di wilayah DKI serta di pedesaaan di propinsi Jawa barat lainnya.
Yang terlihat secara masal berkelompok adalah di wilayah Badui-Banten Selatan, kampung adat Ciptaresmi Sukabumi, Suku Naga Garut serta di beberapa wilayah lainnya.
Banyak ciri khas yang sama pada tipe rumah tradisional di tiga propinsi tersebut, diantaranya adalah tidak mempunyai pagar halaman. Konsep tanpa pagar tersebut mencirikan ciri masyarakat yang ber'positive thingking'. Artinya punya kepercayaan diri akan keselamatannya, tanpa khawatir terhadap ancaman binatang buas serta kejahatan manusia lainnya.
Malah menurut pengalaman seorang sahabat dari luar pulau Jawa saat beliau bertugas di jawa barat pada tahun 50-70an. Rumah-rumah tradisi ini Selalu menyediakan segentong 'air gratis' di teraS rumahnya. Katanya kalau kita kehausan, mampir saja dan silahkan mengambil air sepuasnya Karena memang disediakan empunya rumah bagi para musafir yang lewat. Demikian pula bila malam, mampir saja tanpa khawatir akan diusir tuan rumah. Syukur-syukur tuan rumah masih bangun, biasanya akan diajak makan bersama walau belum kenal sama sekali dengan sang musafir. Kalau tuan rumah sudah tidur, teras bisa dijadikan hotel gratis juga.
Faktanya rumah tanpa pagar sekarang telah menjadi konsep perumahan modern, tengoklah rumah di Amerika dan Eropa.
"Mangga linggih (Silahkan mampir)!" bukan sekedar basa basi saat kita melewati sebuah rumah di wilayah barat pulau Jawa bagian barat ini. Itu dulu ................ sekarang?????!!!!!

Susahnya nonton Wayang golek 6

Tengah tahun 2008, penuliS bangun setelah sengaja tidur bada' isya supaya bisa nonton wayang golek jam 2 malam.
eh eh ...Lho kok masIh sinetron???
Tunggu Setengah jam lagi, lho kok masih sinetron......
Sampai adzan subuh berbunyi, ....
Tunggu minggu depan lagi ......
SAmi mawon.....
Tunggu minggu depan lagi ......
SAmi mawon.....
Tunggu minggu depan lagi ......
SAmi mawon.....
Tunggu minggu depan lagi ......
SAmi mawon.....
What's ups???
Sayonara...
kapan ... tunggu 1 tahun lagi, 3 tahun lagi, 11 tahun lagi, 20 tahun lagi???

Susahnya nonton Wayang golek 5

Bagi para pengguna bahasa Sunda tentu sangat tahu dan paham bahwa seni wayang golek bagi masyarakat pulau Jawa bagian barat adalah salah satu mekanisme kontrol sosial moral kemasyarakatan. Lewat kesenian ini, pesan-pesan keagaaman Serta kritik-kritik pedas dalam mengontrol keharmonisan tata laku kepemerintahan menjadi hal biasa.
Bahasa langsung kritik, saran atau lewat sindiran kepada pejabat, peorangan bahkan lembaga adalah sarana suara rakyat yang Sehat. Tidak menimbulkan rasa marah, dendam juStru menimbulkan asah, asih, asih antara rakyat dengan pemimpinnya.
Ke-egaliter-an dan demokratisasi masyarakat Sunda terwujud dalam bentuk seni wayang golek begitu indahnya. Sehingga suara rakyat langsUng bisa didengar individu yang bersangkutan, tidak tersumbat dan tersekat di laci DPR/DPRD saja.
Hanya sayangnya di tahun 2008 ini, dimensi media demokrasi khas mayarakat berperadaban tinggi ini dibenamkan ke dalam banyolan konyol pada salah satu televisi swasta. Entah karena ingin mereduksi ketinggian seni wayang golek atau faktor lain.... Wallahu alam bisawab.

Susahnya nonton Wayang golek 4

Setelah bergeser jam tayang, akhirnya TPI mengakhiri pagelaran Wayang Golek ini. Entah karena rebutan ki dalang Asep sunandar Sunarya dengan stdio televisi lainnya atau yang lainya. Yang kita tahu Ki Asep merupakan Ki Dalang paling favorit yang disukai masyarakat. Namun tentu kita sangat khawatir dengan kondisi kesehatan beliau yang harus diporsir mendalang tiap malam minggu di Jakarta. Belum lagi pagelaran yang harus dilakukannya di daerah-daerah.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada hak prerogatif pengelola siaran serta kekaguman pada ki dalang Asep, apakah tidak Sebaiknya ada dalang wayang golek lainnya yang bisa tampil secara bergilir?
Tahun 2008 ini ada lagi perubahan jam tayang, yang makin larut yaitu pindah ke jam 02.00 wib.
Entah apa pertimbangannya, apakah mungkin wayang golek cocoknya diperuntukkan bagi kaum tua yang sudah ompong giginya yang biasanya tidak tidur malam. Ataukah wayang golek banyak dikonsumsi para Security/satpam yang memang tidak boleh tidur malam.
Jelasnya, para remaja/anak-anak tentu sudah pada tidur atas kemauan sendiri atau dipaksa orang tuanya. Dengan hilangnya wayang golek pada jam yang wajar, tentu SelapiS generasi telah berhasil melenyapkan seni tradisi kekayaan budaya bangsa dari benaknya.

Susahnya nonton Wayang golek 3

Bagi masyarakat pulau Jawa bagian barat, Jakarta adalah halaman depan rumahnya tempat mereka bekerja, berlibur dan bertemu saudara. Demikian juga sebagai penduduk terbanyak di negara ini tentu ekspresi kesenian khas adalah wujud eksistensi kebudayaan yang Setiap saat dapat berubah mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi kerinduan seni buhun/seni tua/Seni tradisi lama rupanya belum hilang, termasuk pada seni wayang golek.
Jadi wajar kita bersyukur ada televisi nasional di Jakarta yang tetap dapat menyiarkan siaran wayang golek ini. Setelah TPI maka Indosiar dan TVRI Bandung pun menampilan kesenian kolabirasi seni musik, seni tari, seni suara, seni pedalangan, filSafat dan peSAn pembangunan ini. Karena orang Sunda tentu bukan hanya ada di Jawa barat saja, merekapun tersebar dimana-mana dan Jawa barat memang sekarang tidak identik dengan Sunda apalagi Jakarta karena tingkat heterogenitasnya yang sangat tinggi.
Hanya di tahun 2007 ada perubahan jam tayang, dari biasa jam 11.00 wib diubah menjadi jam 12.00 malam lalu jam 01.00 wib.
Wah ada apa nech......., kurang penontonnya, rendah ratingnya, kurang apresiasi maSyarakat, kurang SponSor... atau ada apa nech?
Wallahu alam bisawab......

Susahnya nonton Wayang golek 2

Akhirnya setelah menunggu puluhan tahun semenjak kemunculan televisi di Indonesia, pagelaran wayang golek secara lengkap tampil di TPI. Mulai dari jam 22.00 wib hingga 05.00 setiap malam minggunya, telah memupus tanda tanya selama ini : kenapa wayang golek tidak ada yang bisa tampil di televisi?
Karena TPI telah mempunyai jaringan secara nasional, maka dimanapun di belahan bumi Indonesia dapat dilihat dan didiskusikan dengan sahabat saudara kita etnis lainnya. Inilah nikmatnya Bhineka Tunggal Ika. Tentu banyak tanya dari mereka tentang orang Jawa yang selama ini hanya mereka samar dengar.
Ada juga yang secara terbuka tidak menyukai tayangan tersebut, bisa jadi karena memang tidak suka kesenian atau juga bisa ketidaksukaan politis he he he .... Konon santer tersebar kabar bahwa lewat seni di televisi ini menunjukkan orang Jawa (maksudnya, orang yang tinggal di pulau Jawa termasuk etnis Sunda) sedang dan telah menjajah mereka!... Astagfirullah.
Untuk itu, saya sangat berharap tampilan seni dari 27 propinsi dapat dipagelarkan secara bergilir di televisi nasional. Seperti yang pernah dilakukan TVRI di tahun 80-an lewat aneka ria safari (kalau tidak salah) yang secara adil memberi kesempatan dari seluruh stand taman mini mewakili propinsinya masing-maSing.
Kita harus akhiri gosip itu...

Susahnya nonton Wayang golek 1

Tahun 70 hingga 85-an, televisi masih jadi barang mewah. Sehingga untuk menikmati wayang golek para sepuh mengandalkan radio transiStor untuk menangkap RRI lewat gelombang AM.
RRI Bogor dan Bandung biasanya Secara rutin menyiarkan wayang ini pada malam minggu semalam suntuk. KualitaS suara yang jelek disertai krasak-kresek, timbul tenggelam bahkan hampir tidak terdengar tidak jadi masalah. Yang penting saat gending ditalu, Sinden ngahaleuang rasa deudeuh pada tanah air Semakin mendalam.
Disaat pesawat televisi hitam putih terbeli dengan operator tunggal TVRI, harapan nonton wayang golek di layar kaca ternyata harapan tinggal harapan. Kemunculan wayang golek yang tidak jelas kapan tayangnya, menjadikan radio sebagai sarana menikmati 'siraman rohani filoSofi ritual' tetap menjadi pilihan utama.
Tahun 85-95 saat teknologi kaSet marak, telah membantu radio swasta lokal untuk menyiarkan pagelaran wayang golek secara rutin dengan kualitas suara yang baik, sehingga tidak tergantung lagi pada RRI yang kesulitan ditangkap dengan kualitas kreSek-kreseknya itu.
Kemunculan televisi-televisi swasta tahun 1990-an menumbuhkan harapan dapat menikmati wayang golek secara audio video.
Akan tetapi, sekali lagi ....... harapan tinggal harapan.

Bandung, belum lama jadi ibukota Jawa barat

Pasti banyak yang belum tahu bahwa Bandung baru menjadi ibukota Jawa barat belum terlalu lama. Pada tahun 1947-lah, kota pegunungan itu ditobatkan sebagai ibu kota Jawa barat yang baru setelah ibu kota Jawa barat yang lama yaitu Jakarta menjadi Sebuah propinsi Daerah khusus ibukota.
Bila meneliti sejarah, justru puSat kekuasaan yang meliputi jawa barat ini terletak di Jabotabek. Yaitu Bekasi (Tarumanegara tahun 400 M - 690 an, Bogor tahun 1400 - 1597an), lalu dari abad 16 hingga abad 20 di Jakarta. Kota lainnya yang pernah jadi pusat kekuasaan Jawa Barat adalah Galuh di Ciamis.

Devide at Impera 2

Area histori pertempuran serta jumlah besar dalam kurun waktu yang panjang perlawanan terhadap para penjajah di bumi Nusantara ini adalah di jawa barat. Sehingga jawa barat begitu menarik para pria pemberani dari seluruh nusantara untuk bergabung bersama-sama membuktikan keterampilan, kepandaian, kekuatan serta keperkasaannya dalam melawan tirani penjajah. Contohnya saja ulama besar Syech Yusuf dari Makassar bertempur di pegunungan Banten hingga Priangan bertahun-tahun.
Demikian juga Hatta dari Sumatera, juga Soekarno yang Selain bekerja dan sekolah di jawa barat juga bersama-sama rakyat jawa barat bahu membahu berupaya melenyapkan pelaku kekejaman kemanusiaan.
Kumpulan orang muda yang intelek, pintar, berani serta didukung rakyat yang sadar akan harga dirinya sangat merepotkan penguasa penjajah waktu itu.
Sekali lagi devide et impera digunakan secara intens, kaum cerdik pandai/menak ('bangsawan', bhs. Ina) dibenturkan dengan rakyat kebanyakan. Para penjajah sangat tahu bahwa perlawanan selalu dipimpin para 'menak' ini, supaya rakyat Jawa barat tidak patuh pada kaum ini skenario pun disusun dengan cermat.
Akan tetapi Soekarno Hatta tidak terjebak, sehingga tetap mendapat dukungan masyarakat Jabar.
Akan tetapi menak lokal berhasil dijauhkan dari rakyat biasa, seperti air dengan minyak yang tersekat diantara keduanya.

Devide at Impera 1

Ketika para penjajah frustasi dan bosan dengan perlawanan rakyat Jawa barat yang gigih dan tak pernah berhenti, maka taktik penyerangan secara kekuatan fisik/militer ditambah dengan politik pecah belah (Devide et impera).
Politik pecah belah (Devide et impera) kalau sekarang mungkin kita kenal sebagai kegiatan pasukan anti teror, psywar, melumpuhkan musuh dari dalam, pembusukan dari dalam, pembunuhan karakter adalah metoda para penjajah tersebut.
Peninggalan politik pecah belah ini 'masih lestari' hingga sekarang. Diantaranya saja : saat seseorang berhasil kaya raya maka tersebarlah isu sebagai hasil 'nyegik' (babi ngepet, bhs. Ina), 'ngipri' (pemuja ular, bhs. Ina), 'Munjung', dll.
Demikian juga saat seseorang berprestasi hingga mendapat posisi serta jabatan, populer hingga jadi artis top selalu berhembus kabar burung sebagai hasil dari 'dudukun' (karena dibantu ilmu hitam).
Oleh karena itu sangat tidak aneh, bila masyarakat pulau Jawa barat bagian barat telah sedikit banyak luntur 'keguyubannya' karena wabah saling curiga diantara mereka.